Perkembangan teknologi informasi dan akselerasinya telah menyebabkan terjadinya fenomena The Border Less, dimana interaksi masyarakat yang tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu, sehingga proses akulturasi budayapun semakin sulit dikendalikan. Nilai – nilai global tentang demokratisasi, supremasi hukum dan HAM masih menjadi wacana, kini telah melembaga dan membudaya di tengah masyarakat sehingga pada akhirnya menyadarkan seluruh lapisan masyarakat akan hak – hak kewargaannya untuk dilayani oleh pemerintah. Issue demokratisasi dari waktu ke waktu terus bergulir, hingga pada akhirnya mampu menumbuhkan gerakan Reformasi dan mampu melengserkan rezim pemerintahan yang dinilai otoriter, militeristik dan syarat dengan perilaku KKN serta gerakan Reformasi telah mampu mewujudkan berbagai perubahan dan pembaharuan yang amat signifikan dalam sisitem pemerintahan dan tatacara pengelolaan negara antara lain : amandemen UUD ’45, berubahnya sistem pemerintahan, kebebasan pers yang independen dan bebas dari intervensi dan lepasnya institusi Polri dari ABRI melalui Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1999, Ketetapan MPR No. VI / MPR /2000 dan Ketetapan MPR No. VII / MPR / 2000 yang diikuti dengan lahirnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kendati pasca Reformasi sudah berjalan namun masyarakat masih melihat dan merasakan bobrok dan buruknya kinerja pemerintahan yang ditandai beberapa indikator, yaitu Pertama masih adanya sikap dan pola pikir ( mindset ) para pejabat penyelenggara negara yang memandang jabatan hanya dari aspek kewenangan, sehingga menjadi perilaku yang arogan dan feodal. Kedua lemahnya fungsi kontrol sehingga terjadi penyalahgunaan kekuasaan ( abuse of power ). Ketiga Sistem dan kebijakan publik yang syarat dengan perilaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ). Keempat Rendahnya kualitas disiplin dan etos kerja sehingga berdampak lambatnya kualitas pelayanan publik. Kelima Kualitas manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien. Keenam Kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan.
Untuk mewujudkan kinerja pemerintahan yang baik dan bersih dari perilaku KKN ( Clean and Good Governance ) maka pemerintah dan DPR telah mengeluarkan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 dimana didalamnya mengatur kewajibannya bagi setiap Kementerian dan Lembaga untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi dilingkungan kerjanya yang bertujuan untuk menciptakan aparatur negara yang bersih, profesional, transparan dan akuntabel guna menciptakan birokrasi yang efektif dan efisien sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang baik serta dalam implementasi program Reformasi tersebut secara teknis diatur dan diperjelas dalam peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Per / 15 / M.PAN / 7 / 2008 yang pada hakekatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut Aspek Kelembagaan, Aspek Ketatalaksanaan dan Aspek Sumber Daya Manusia.
Dengan bergulirnya Reformasi sejak tahun 1998 Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Polri ) adalah salah satu instansi atau aparatur pemerintah ( Kementerian / lembaga ) yang telah menetapkan dan mensosialisasikan kebijakan Reformasi Birokrasi Polri yang meliputi tiga bidang sasaran, yaitu Reformasi di bidang Instrumental, Reformasi di bidang Struktural dan Reformasi di bidang Kultural sehingga pada tanggal 1 Juli 1999 Polri telah meluncurkan buku biru tentang “Reformasi menuju Polri yang Profesional “ sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pasal 4 menyatakan bahwa tujuan pokok atau misi Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, terbinanya ketentraman masyarakat, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Dalam pembahasan Reformasi Birokrasi khususnya Polri, maka itu berarti suatu upaya untuk menerapkan prinsip good governance dalam memberikan jaminan keamanan, ketertiban melalui penegakan hukum serta mampu memberikan perlindungan serta penghargaan terhadap hak asasi manusia kepada masyarakat, dengan kata lain bahwa Reformasi Birokrasi merupakan faktor yang sangat penting untuk diuraikan menuju pelayanan yang efektif dan efisien kepada masayarakat, karena secara faktual instutusi Polri yang memberikan pelayanan kepada masyarakat / publik selama ini masih cukup banyak disoroti melakukan tindakan-tindakan pembiaran atas keluhan masyarakat, maka dalam rangka menciptakan Polri yang mampu melayani, melindungi masyarakat secara baik dan memahami keadaan awal Polri pada saat sebelum berangkat menuju Reformasi Birokrasi kondisi Polri yang memerlukan perbaikan dan perubahan sehinga Reformasi kultural dapat semaksimal mungkin berjalan secara efektif dalam tubuh Polri dan perlu adanya upaya percepatan (akselerasi) dalam pembenahan kultur Polri yang meliputi 3 program akselerasi utama yaitu keberlanjutan program, peningkatan kualitas kinerja dan komitmen terhadap organisasi. Ketiga Program Akselerasi utama tersebut selanjutnya ditindak lanjuti dengan adanya Program Unggulan Quick Wins yang merupakan Program Akselerasi dan Transformasi Polri dalam rangka membenahi Polri sesuai dengan tugas pokok, peran, dan fungsinya. Polri telah menetapkan Grand Strategi Polri 2005-2025 yang terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu 2005-2009 trust building, 2010-2015 partnership building, dan 2016-2025 strieve for excellence. Sejalan dengan sudah habisnya waktu pelaksanaan tahap pertama menuju tahap kedua, Polri berupaya untuk mempercepat pencapaiannya melalui Program Akselerasi dan Transformasi Polri mulai dari keberlanjutan program, peningkatan kualitas kerja dan komitmen terhadap organisasi dalam upaya membangun Polri yang mandiri, professional, dan dipercaya masyarakat.